Bab 4 – Kau ingin tinggal bersamaku?
Song Yi dibawa ke kantor polisi. Song Yi berusaha meyakinkan dua petugas polisi bahwa ia tidak punya keinginan bunuh diri. Dia hanya lewat di jembatan itu, melihat telpon itu dan hanya menelpon satu kali saja. Aku sudah 20 tahun, tidak punya wali dan bertanggung jawab pada diriku sendiri, jelas Song Yi lagi. Polisi yang sedang mencatat marah karena Song Yi bicaranya cepat sekali, membuatnya tidak bisa mencatat.
Lalu polisi 2 (.Ga tau namanya) menanyakan tentang ibu Song Yi. Jika ayah Song Yi tidak ada, bagaimana dengan ibunya. “Tidak usah repot-repot. Dia tidak akan menjawab telponnya”, sahut Song Yi cepat. Polisi menatap Song Yi tidak mengerti. “Dia kabur tadi pagi”, jelas Song Yi lagi.
Polisi itu berkesimpulan karena sebab itulah Song Yi akan bunuh diri. Kontan saja Song Yi marah dan membantah, kenapa juga ia mau meninggalkan adiknya. Song Yi membujuk kedua polisi itu untuk membiarkan saja dia pergi. Tapi polisi itu tidak menyerah, ia malah menanyakan apa Song Yi punya teman yang bisa ditelpon.
“Tentu saja aku punya teman. Hanya teman yang aku punya”, sahut Song Yi. Kebetulan pada saat yang bersamaan terdengar pesan yang masuk di ponsel Song Yi. Song Yi membacanya.
Dari Ji Ahn : Kami sedang menunggumu sekarang.
Lalu dari Hoon : Kami di depan rumahmu sekarang.
Lalu dari Tae Oh : Sudah satu jam kami melakukan ini.
Tae Oh mengirimkan foto mereka yang sedang menunggu Song Yi, lengkap dengan bentuk hati yang dibuat oleh tangan Tae Oh dan Ji Ahn. Song Yi tersenyum senang.
Lalu dari Ga In : Kenapa tidak menjawab telponmu?
Dari Hoon lagi : Gara-gara kau kami belum makan malam.
Lalu dari Tae Oh lagi : Kalau kau tidak datang sebelum jam 10 malam, kami akan melaporkan kau diculik.
Terakhir dari Ji Ahn : Sekarang aku merindukanmu.
Pipi Song Yi langsung memerah, bergumam sambil tertawa-tawa sendiri, “Hehe… Dia merindukanku… Dia bilang dia merindukanku…”. Dua polisi itu melongo melihat kelakuan Song Yi yang ajaib. Agak lama Song Yi baru sadar kalau dia masih di kantor polisi dan bertanya kenapa dia harus menelpon temannya.
“Kami hanya merasa lebih nyaman jika kami menyerahkanmu pada walimu”, jelas polisi 2. Song Yi terdiam.
Di depan rumah Song Yi, teman-temannya masih menunggu Song Yi. (berarti di akhir episode 1, Tae Oh dan Ji Ahn menunggu di depan rumah Song Yi, bukan di depan toko ayam goreng Ji Ahn). Ga In tidak mengerti kenapa Song Yi sama sekali tidak membalas pesan mereka, padahal jelas-jelas Song Yi membacanya. Hoon juga merasa Song Yi itu egois, semua kejadian berputar di sekitar Song Yi.
Tapi Ga In tidak merasa seperti itu. Hoon juga selalu membuat mereka khawatir. Tae Oh dan Ji Ahn menganggukkan kepala mereka, setuju dengan Ga In. Dengan tersenyum lebar, Hoon malah menyuruh mereka tidak mengkhawatirkannya, karena ia akan baik-baik saja.
“Maksudmu?”, tanya Tae Oh dan Ji Ahn bersamaan.
“Dia punya impian”, sahut Ga In.
Tae Oh dan Ji Ahn tidak percaya. Mereka kenal Hoon sudah 15 tahun dan mereka tau semua impian Hoon. Hoon tersenyum dan menyuruh teman-temannya memperhatikannya, daripada menceritakan lebih baik ia menunjukkan impiannya itu. Hoon berdiri di depan teman-temannya dan menyuruh Ga In pindah, duduk di antara Tae Oh dan Ji Ahn. Hoon mengatakan teman-temannya itu akan menjadi penonton sedangkan di tempat ia berdiri adalah panggung. “Kalian harus membayar paling tidak 140.000 won untuk bisa melihatku sedekat ini tapi untuk hari ini kalian bisa menyaksikannya gratis”, ucap Hoon lagi. Dan Hoon pun mulai beraksi.
Hoon mulai bertepuk tangan, mengajak teman-temannya mengikutinya juga. Teman-temannya mulai bertepuk tangan mengikuti irama tepukan Hoon dan Hoon pun mulai menari sambil bernyanyi. Melihat aksi Hoon, teman-temannya menduga Hoon sepertinya ingin menjadi aktor musikal. Tapi Tae Oh tidak yakin Hoon akan berhasil dengan tampangnya yang pas-pasan itu. Ga In menyuruh kedua temannya diam dan fokus pada Hoon.
Mereka mulai bersorak, menyemangati Hoon. Sementara Hoon mulai membayangkan dirinya berada di atas panggung sungguhan dan teman-temannya duduk di kursi penonton. Sedang asik-asiknya menonton Hoon, tiba-tiba ada seseorang lewat di depan Hoon, dengan mengendarai sepeda.
Tae Oh memperhatikan siapa yang lewat, dan ternyata dia adalah gadis kencan butanya. Tidak mau menyia-nyiakan kesempatana, Tae Oh langsung berlari mengejar Ryu Se Hyun tanpa menjelaskan apa pun pada teman-temannya. Dan show Hoon pun bubar. 😛
Cukup jauh Tae Oh mengejar Se Hyun karena walaupun tau ada yang mengejarnya, Se Hyun sama sekali tidak berhenti. Beruntung Tae Oh berhasil menghentikan laju sepeda Se Hyun. Begitu melihat Tae Oh, Se Hyun baru sadar orang yang mengejarnya adalah Tae Oh, teman kencan butanya. Tae Oh benar-benar senang bisa bertemu secara kebetulan dengan Se Hyun lagi.
Se Hyun hanya tersenyum saja. Tae Oh menanyakan kenapa Se Hyun tidak menjawab telponnya dan juga tidak membalas pesannya. Se Hyun malah balik bertanya kenapa Tae Oh menelponnya, berani-beraninya Tae Oh berkencan dengannya padahal Tae Oh sudah punya pacar.
“Dia bukan pacarku. Dia cuma teman. Teman aja”, jelas Tae Oh.
Se Hyun mendengus, tidak percaya dengan penjelasan Tae Oh. Tiba-tiba ponsel Tae Oh berbunyi, dari Song Yi dan Tae Oh langsung menjawabnya. “Hei, kemana saja? Aku sangat mengkhawatirkanmu…”, tegur Tae Oh. Tae Oh sangat terkejut ketika Song Yi memberitahukan bahwa ia ada di kantor polisi. Song Yi mengatakan ia baik-baik saja tapi ia perlu seseorang untuk menjadi walinya supaya ia bisa keluar dari kantor polisi.
Tae Oh menanyakan kenapa Song Yi bisa ada di kantor polisi dan di kantor polisi yang mana. Tae Oh melirik ke arah Se Hyun dan sebelum Song Yi sempat mengatakan ia dimana, Tae Oh malah menyuruh Song Yi untuk tidak memberitahukannya karena ia tidak akan datang ke sana dan tanpa menunggu jawaban Song Yi, Tae Oh menutup telponnya.
Se Hyun memberi ekspresi seolah-olah bertanya siapa itu. “Oh… gadis kau kau sebut itu”, jawab Tae Oh jujur. Se Hyun langsung memasang wajah, ‘nah loh! bener ‘kan?. Tae Oh menjelaskan temannya itu ada di kantor polisi, ia yakin temannya itu akan menelpon teman yang lain dan teman yang lain pasti akan menjemputnya dan dia sama sekali tidak akan pergi.
Sementara itu di kantor polisi, dengan nada yang tidak yakin, Song Yi memberitahukan temannya pasti akan datang. Kedua polisi itu hanya menghela nafas, tidak percaya.
Tae Oh masih berusaha menjelaskan pada Se Hyun, bahwa antara dirinya dan temannya itu tidak ada hubungan apa pun, mereka benar-benar hanya teman dari kecil dan kejadian di kafe kemarin, ia hanya berusaha menolong temannya itu. Itu saja. Se Hyun tidak berkomentar, tetap senyam senyum saja.
Sebuah pesan masuk ke ponsel Tae Oh. Tae Oh mengintip isi pesan itu tanpa mengeluarkan ponselnya dari saku celananya. Dari Song Yi : Stasiun Polisi Mapo Di Yonggang. Jangan beritahu yang lain. Aku hanya ingin kau yang datang.
Tae Oh mengibas-ngibaskan tangannya, seolah-olah mengusir jauh-jauh pesan dari Song Yi itu dan kembali tersenyum pada Se Hyun. Se Hyun tersenyum juga pada Tae Oh dan suasana menjadi canggung. Dengan terbata-bata, Tae Oh meminta maaf, sepertinya ia harus… Belum selesai Tae Oh bicara, Se Hyun langsung mempersilahkan Tae Oh pergi, jika ia memang harus pergi.
Tae Oh sempat terdiam, khawatir Se Hyun salah paham padanya dan langsung mengakui perasaannya pada Se Hyun. “Aku menyukaimu. Jadi jangan salah paham, dia hanya teman masa kecilku”. Melihat Se Hyun tersenyum dan menerima penjelasannya, Tae oh sangat senang dan berharap mereka bisa bertemu lagi nanti. Se Hyun cuma menjawab tidak tau tapi kemudian Tae Oh berjanji ia akan menlpon Se Hyun lagi dan Se Hyun harus menjawab telpon darinya.
Sebelum benar-benar pergi, Tae Oh melihat sepeda Se Hyun dan memuji sepeda Se Hyun cantik dan Se Hyun juga cantik. Setelah agak jauh, Tae Oh melambai-lambaikan tangannya pada Se Hyun, Se Hyun tersenyum dan bergumam, “Hmmm… dia imut juga…”.
Kedua polisi itu masih menunggu wali Song Yi yang katanya akan datang. Mereka mulai menghela nafas, tidak sabar. Song Yi hanya bisa cengengesan pada kedua polisi itu. Seseorang datang, ternyata hanya pengantar Jjajangmyun, bukan Tae Oh. Song Yi menghela nafasnya, kecewa. Polisi 2 menyuruh Song Yi menelpon orang lain karena temannya itu pasti tidak akan datang. Song Yi meyakinkan polisi itu temannya pasti akan datang walaupun ia mengatakan tidak akan datang, temannya itu juga selalu membantunya walaupun awalnya mengatakan tidak akan membantunya.
“Kau pasti menyukainya”, tebak polisi 1.
“Tidak”, sahut Song Yi cepat. Kedua polisi itu sama sekali tidak percaya. Mereka melihat pipi Song Yi memerah ketika membaca pesan di ponselnya. Song Yi mendapat ide dan menyuruh kedua polisi itu melihatnya. Song Yi pun bernyanyi lagu SNSD lengkap dengan dance-nya. Kedua polisi itu mengambil ponsel mereka dan merekam aksi Song Yi. “Lihat, ‘kan? Aku bukan tipe gadis yang akan bunuh diri… Aku tidak tau yang lainnya, tapi aku benar-benar tidak akan bunuh diri”, ucap Song Yi, berusaha meyakinkan kedua polisi itu.
Melihat polisi itu masih belum mau melepasnya, Song Yi mengatakan pada mereka bahwa ia masih harus membeli sesuatu di toko sebelum toko itu tutup. Song Yi merengek manja, membujuk kedua polisi itu. Polisi 1 menyuruh Song Yi menyanyikan lagu dari Girls Generation yang lain. Dan akhirnya Song Yi pun bisa keluar dari kantor polisi.
Tidak lama setelah Song Yi pergi, Tae Oh tiba di kantor polisi dengan taksi. Tae Oh masuk dan mengedarkan pandangannya mencari-cari Song Yi. Kedua polisi itu terkejut, ternyata teman Song Yi itu benar-benar datang. Polisi 1 malah memuji Tae Oh yang cukup ganteng.
“Kau mencari Han Song Yi?”, tanya polisi 2.
“Ya”.
“Dia baru saja pergi”. ucap polisi 2.
“Dia sungguh-sungguh menunggumu…”, sahut polisi 1.
Dengan bingung Tae Oh bertanya kenapa Song Yi bisa ada di kantor polisi. Polisi 2 menggelengkan kepalanya, menolak memberitahukan Tae Oh karena itu rahasia. “Tapi ada satu hal lain yang bisa kami beritahukan”, ucapnya lagi.
Gaya Pak Polisi waktu ngasih tau Song Yi suka sama Tae Oh…
“Dia menyukaimu, kunyuk”, teriak polisi 1.
“Dia menyukaiku?”, tanya Tae Oh tidak percaya.
“Ya, kunyuk!”, teriak kedua polisi itu bersamaan. Polisi 2 mengatakan wajah Song Yi memerah ketika membaca pesan di ponselnya, ia juga berjingkrak-jingkrak senang. Mereka yakin sekali karena terlihat sangat jelas.
“Benarkah?”, tanya Tae Oh masih tidak percaya.
Polisi 2 menyuruh Tae Oh baik-baik pada Song Yi dan berpesan jangan pernah membiarkan Song Yi menari lagi. Haha… Mereka malah bertengkar karena menurut polisi 1 tarian Song Yi cukup imut… Tae Oh melongo melihat kelakuan kedua polisi itu. Melihat Tae Oh masih di sana, kedua polisi itu membentak Tae Oh, menyuruhnya pergi. Tae Oh terkejut dan cepat-cepat pergi.
Song Yi tiba di depan toko yang menjual peralatan camping. Sebelum masuk ke sana, Song Yi memantapkan tekadnya dan kemudian masuk.
Tae Oh sudah sampai di rumahnya dan sudah selesai mandi. Tae Oh mengambil ponselnya, mengirimkan pesan di grup menanyakan apakah Hoon mengambil scooternya. Hoon membenarkan dan menanyakan apakah Song Yi sudah datang. Ga In membalas, menurutnya Song Yi pasti akan ke tempat Tae Oh karena koper Song Yi masih ada di rumah Tae Oh.
Gini ni gayanya.. :-D
Tae Oh melihat koper Song Yi memang ada di rumahnya. Lalu ia teringat ucapan kedua polisi di kantor polisi tadi, “Dia menyukaimu”, nada bicara polisi ini berbeda dengan yang tadi. Kalau tadi nadanya agak membentak, yang ini lebih lembut, setengah berbisik manja. 😀
Gaya plus lolongan… :-D
“Kenapa pula dia menyukaiku?”, gumam Tae Oh tidak percaya. Lalu bayangan kedua polisi muncul, berbisik di kedua telinga Tae Oh, “Dia menyukaimu”. Kali ini bahkan ditambah dengan suara lolongan serigala… Haha…
Tae Oh tertawa, masih tidak percaya dan mengibas-ngibas tangannya, mengusir bayangan kedua polisi itu. “Kenapa pula dia menyukaiku? Kami ‘kan cuma teman”. Tae Oh teringat polisi itu mengatakan wajah Song Yi memerah ketika membaca pesan di ponsel dan jejingkrakan… Tae Oh tertawa-tawa senang dan mengambil ponselnya, mengecek pesan-pesan yang ia kirimkan tadi di grup. Menebak kira-kira pesan yang mana yang membuat Song Yi tersipu malu.
Tae Oh terus berpikir. Ia tidak menyangka, ia pikir ia mengenal wanita tapi ternyata tidak. Menurutnya, sepertinya Song Yi menyukainya karena keberadaannya atau mungkin juga karena apa pun yang dikatakannya. Tae Oh tertawa-tawa senang dan melihat ponselnya lagi. Tiba-tiba Song Yi menelponnya dan refleks Tae Oh membuang ponselnya karena kaget. 😛
Setelah merapikan rambutnya, Tae Oh menjawab telpon dari Song Yi, menanyakan dimana Song Yi.
“Kau tau ‘kan aku sudah menyerah pada cinta, pernikahan, dan bayi? Kenyataannya aku juga buruk dalam menjalani hubungan. Hubunganku dan bibiku menjadi aneh. Aku juga tidak tau bagaimana hubungan kita karena ibuku meminjam uang pada orang tua kalian”, ucap Song Yi. Tae Oh menyuruh Song Yi untuk tidak memikirkan itu, masalah itu biarkan orang tua mereka yang menyelesaikan.
Tapi Song Yi merasa yang dipikirkannya jauh lebih banyak dari itu, ia masih harus menyerah pada banyak hal, seperti harapan, tabungan, bahkan impiannya. Di dalam hidupnya hanya ada menerima dan menyerah. Tapi ada satu hal yang ia pikir ia tidak boleh menyerah. Sebelum Song Yi mengatakan lebih jauh, Tae Oh langsung memotong ucapan Song Yi, ia menebak hal yang tidak bisa dilepas oleh Song Yi adalah cinta. Tae Oh langsung kegeeran, dan ingin mengatakan bahwa ia belum siap menerima Song Yi. Untungnya belum selesai Tae Oh bicara, Song Yi sudah bilang bukan itu. Yang ia maksud adalah ia sudah membeli sebuah rumah dan menyuruh Tae Oh keluar untuk melihatnya.
Tae Oh keluar dan melihat Song Yi sudah memasang tenda di ‘halaman’ rumahnya. Tae Oh akan menutup telponnya, tapi Song Yi memberi isyarat agar mereka tetap berbicara lewat telpon.
Mereka saling mendekat dan Song Yi bertanya, “Yoon Tae Oh, kau mau tinggal bersamaku?”. Tae Oh langsung melongo, super kaget, tidak bisa menjawab. “Ayo tinggal bersama, ya…”, ajak Song Yi lagi…
=== Bab 5 – Kenapa Kau Menyukai Orang Sepertiku? ===
Song Yi keluar dari rumah Tae Oh dengan menarik kopernya. Melihat Song Yi agak kesulitan, Tae Oh langsung berlari, membantu membawakan koper Song Yi ke dekat tenda Song Yi. Song Yi mengucapkan terima kasih dan menyuruh Tae Oh untuk tidak perlu mengkhawatirkannya. Ia berjanji tidak akan mengganggu Tae Oh, ia akan hidup seperti tidak terlihat, ia akan membersihkan keran air yang ada di halaman, dan jika ia perlu ke kamar mandi ia akan ke rumah Ga In.
Tae Oh kembali teringat ucapan polisi itu dan menanyakan kenapa Song Yi memilihnya bukan yang lain. Di dalam hatinya, padahal Tae Oh ingin bertanya kenapa Song Yi menyukainya, bukan yang lain. Song Yi tersenyyum. Ia menebak Tae Oh pasti datang ke kantor polisi. Ia yakin Tae Oh pasti kesana karena ia meminta Tae Oh datang ke sana.
“Jadi, kenapa aku bukan yang lainnya?”, tanya Tae Oh lagi.
“Entahlah. Walaupun aku punya teman yang lain, tapi kau adalah orang pertama yang aku pikirkan kalau aku dalam masalah. Mungkin karena aku merasa nyaman denganmu”, jelas Song Yi.
“Kau menyukaiku karena merasa nyaman denganku? Jika kau mau berpikir lebih jauh, aku punya banyak daya tarik yang lain”, gumam Tae Oh dalam hatinya.
“Kau tidak pernah menolak kapan pun aku meminta pertolangan padamu. Kau orang yang dapat diandalkan”, ucap Song Yi lagi.
“Idiot. Kau tidak tau aku ini pengecut? Aku tidak percaya kau jatuh cinta pada orang sepertiku”, gumam Tae Oh dalam hati lagi. Tae Oh menghela nafasnya.
Song Yi pindah ke tempat kran air untuk menggosok giginya dan menyuruh Tae Oh mengambilkan handuk untuknya. Tanpa protes, Tae Oh langsung membawakan handuk untuk Song Yi dan duduk di dekat Song Yi.
“Kenapa kau harus melakukan ini di sini? Itu menyakiti hatiku. Kau bisa pakai kamar mandi”, gumam Tae Oh dalam hati lagi sambil menatap Song Yi yang sedang menyikat giginya. Tapi kemudian yang dikatakan Tae Oh malah lain. Ia meminta Song Yi membayar uang bulanan. Song Yi tidak mau, ia akan pergi kapan pun Tae Oh menyuruhnya pergi, ia tidak akan mengganggu Tae Oh.
Tae Oh mengangguk-anggukkan kepalanya dan tetap meminta Song Yi membayar uang bulanan untuk air dan listrik dan juga tidak boleh masuk ke rumahnya.
Song Yi jadi marah dan berkata, “Baiklah, Aku akan membayarnya. Aku harap kau akan bahagia setelah mengambil uang dari temanmu!”. Tae Oh kesal mendengar ucapan Song Yi dan masuk ke dalam. “Benar-benar mirip ayahnya…”, kesal Song Yi.
Ga In turun ke bawah dan heran melihat Hoon masih tidur di ruang tamunya, belum pulang ke rumahnya. Hoon merasa aneh dengan orang tuanya. Ia sudah meninggalkan rumah 5 hari tapi tidak ada satu telponpun dari orang tuanya. Tapi Ga In merasa itu mungkin karena keempat teman Hoon tinggal di lingkungan yang sama, jadi orang tuanya pasti berpikir Hoon ada di rumah salah satu temannya.
Tapi Hoon yakin bukan karena itu. Orang tuanya pasti langsung marah jika kakaknya pergi dari rumah. Ga In merasa itu karena orang tua Hoon tidak punya alasan mengusir kakak Hoon. Hoon kesal dan berjanji tidak akan pulang sebelum orang tuanya mencarinya. “Apa kau masih mau tidur di situ?”, tanya Ga In sambil menunjuk ke arah sofa yang tadi dipakai Hoon. Hoon tertawa kecil dan mengajak Ga In sarapan.
Di rumahnya, Tae Oh sedang menyiapkan sarapan lengkap dengan juice. Sedangkan Song Yi, ia sedang menyiram tanaman dan melihat tomat yang memerah dan menelan air liurnya. Diam-diam Song Yi memetik tomat itu dan memakannya. Song Yi akan memetik lagi tapi Tae Oh sudah keluar dari rumahnya dengan membawa baki makanan. Song Yi langsung memasukkan satu tomat lagi ke dalam mulutnya ketika Tae Oh tidak melihatnya.
“Kau akan sarapan?, tanya Song Yi dan duduk di depan Tae Oh.
“Mau?”
“Ya. Wahhh… kelihatannya enak…”. Song Yi akan mengambil satu roti dan Tae Oh langsung memukul tangan Song Yi.
“Kau bilang kau akan tinggal di sini tidak terlihat”, ucap Tae Oh jahat.
“Baiklah, aku tidak akan makan”, sahut Song Yi sedih.
“Kau akan makan atau tidak?”, tanya Tae Oh, mendorong baki lebih dekat ke arah Song Yi.
“Bolehkah?”.
“Tidak!”, sahut Tae Oh cepat dan langsung mengambil kedua roti dan menggigitnya besar-besar di depan Song Yi. Song Yi kesal dan akhirnya pergi dari hadapan tae Oh, masuk ke dalam tendanya. “Aku tidak boleh baik padanya. Dia akan menempel seperti lem kalau aku baik padanya. Aku harus membuatnya menyerah padaku”, janji Tae Oh dalam hati.
Ga In keluar dari rumahnya setelah menempelkan pengumuman bahwa salonnya akan buka jam 12 siang. Ia berpapasan dengan Tae Oh yang sedang berjalan sambil mendribble bola basket. Ga In langsung menanyakan tentang Song Yi, apakah Song Yi datang, apakah Tae Oh berbicara dengan Song Yi, apakah Song Yi akan ikut bermain bola basket. Untuk semua pertanyaan Ga In, Tae Oh cuma menjawab singkat, “Tidak tau. Jangan tanya”.
Ga In berlari mengikuti Tae Oh sambil memberitahukan bahwa Hoon sedang menjemput Ji Ahn yang sedang bekerja. Kemudian mereka bertemu dengan Ji Ahn dan Hoon yang sedang berdiri di luar toko ayah Ji Ahn. “Kenapa kalian berdiri di sini?”, tanya Ga In. Terdengar suara ayah Ji Ahn dan ayah Tae Oh yang bertengkar di dalam. Ternyata ayah Ji Ahn menyewa toko dari ayah Tae Oh dan ayah Tae Oh berniat menaikkan harga sewa toko. Ayah Tae Oh mengatakan seharusnya ia sudah menaikkannya tahun lalu tapi karena Ji Ahn masuk kuliah ia tidak melakukannya. Dari luar Tae Oh melihat ayahnya yang memarahi ayah Ji Ahn dengan sedih.
Song Yi datang dan melihat teman-temannya berdiri di luar toko ayah Ji Ahn. Hoon memberi isyarat agar Song Yi diam dan Ga In menarik Song Yi berdiri di dekatnya. Ia menjelaskan bahwa ayah Tae Oh sedang berusaha menaikkan uang sewa toko Ji Ahn. Song Yi menoleh dan menatap Ji Ahn yang berdiri di sampingnya dan juga Tae Oh yang berdiri di paling ujung. Ia menghela nafasnya.
Ji Ahn tidak tahan lagi mendengarnya dan memutuskan untuk pergi, diikuti oleh Ga In dan Hoon, lalu Tae Oh. Terakhir Song Yi. Mereka bermain basket di lapangan, Song Yi dan Ga In hanya menonton di pinggir lapangan. Ga In merasa teman-temannya bermain agak kasar hari hari ini dan Song Yi juga merasakan hal yang sama. Hoon terjatuh dan memutuskan keluar dari permainan, bergabung dengan Ga In dan Song Yi. Hoon agak kesal, tidak mengerti kenapa Tae Oh dan Ji Ahn masih bermain, padahal mereka sudah bermain selama 1 jam.
Wajah Song Yi terlihat khawatir.
Di hari seperti ini, Ji Ahn berusaha sebaik-baiknya untuk mengalahkanku. – Tae Oh
Ji An dan tae Oh bermain satu lawan satu, saling membenturkan badan mereka, dan membuat Tae Oh terjatuh dan Ji Ahn berhasil memasukkan bola ke dalam ring.
Di hari seperti ini, aku ingin membiarkan dia menang dan menyelesaikannya. Tapi ayahku adalah ayahku dan aku hanyalah aku. – Tae Oh
Akhirnya permainan basket pun selesai. Tae Oh dan Ji Ahn sama-sama membasuh wajah mereka di keran air. Ji Ahn memberitahukan Tae Oh bahwa menjalankan usaha ayam goreng di lingkungan mereka tidak begitu berjalan baik. Jika ayah Tae Oh terlalu memaksa, ia tidak akan bisa membayar uang kuliah. Ia menawarkan solusi pada Tae Oh. Ia meminta Tae Oh mengatakan pada ayahnya untuk tidak mencari OB. Sebagai gantinya ia akan membersihkan seluruh lantai 7 dan ayah Tae Oh tidak perlu membayar gajinya.
“Kau tidak akan punya waktu untuk bersih-bersih”, tolak Tae Oh secara halus.
“Orang akan selalu punya waktu tapi tidak uang. Aku baru menyadari itu”, tegas Ji Ahn.
Tae Oh bertanya kapan Ji Ahn akan mulai bekerja. “Hari ini”, jawab Ji Ahn cepat.
“Maksudku jam berapa”, tanya Tae Oh lagi.
“Sekarang”, sahut Ji Ahn lagi dan kemudian pergi. Ji Ahn langsung pergi dan tidak menggubris Hoon yang memanggilnya untuk makan siang. Song Yi hanya menatap Ji Ahn khawatir.
Suatu hari, Ji Ahn pernah mengatakan ini padaku… – Tae Oh
=== Flashback ===
Tae Oh dan Ji Ahn sama-sama diterima sebagai mahasiswa baru di perguruan tinggi. Tae Oh sangat senang, tidak ada seorang pun yang memakai seragam dan merasa saat ini mereka sudah dewasa. “Ya, ‘kan?”, tanya Tae Oh pada Ji Ahn.
Tapi Ji Ahn tidak merasa seperti itu. Masih jauh. Menurutnya umur hanyalah angka. Seseorang dikatakan dewasa jika mampu membeli makanan dan rumah dari penghasilannya sendiri. Dan mimipinya adalah menjadi seorang dewasa yang sesungguhnya.
Tae Oh menggoda Ji Ahn. Ia merasa Ji Ahn pasti mendengar kata-kata itu dari film. Ji Ahn hanya tertawa.
=== Flashback End ===
Pada saat itu aku tidak mengerti maksud Ji Ahn dan sampai saat ini masih belum mengerti. Tapi dari sisi mana pun, aku merasa Ji Ahn lebih dewasa daripada aku. Dulu dan juga sekarang. – Tae Oh.
Tae Oh datang mencari Ji Ahn di gedung milik ayahnya. Suasana yang tadinya agak beku sudah hilang. Mood Ji Ahn sudah membaik dan mengatakan pada Tae Oh ia akan bersih-bersih seminggu tiga kali. Tae Oh menyuruh Ji Ahn berhenti bersikap sok dewasa. Ji Ahn malah balik mengatai Tae Oh yang sok baik. Akhirnya mereka berbaikan lagi dan Tae Oh bahkan membantu Ji Ahn membersihkan toilet dan ruang tangga.
Setelah selesai bersih-bersih. Tae Oh beristirahat di atap gedung dan mengirimkan foto-foto toilet yang sudah bersih ke ayahnya. Tidak lama kemudian ayah Tae Oh menelpon, Tae Oh menanyakan dimana ayahya. Mendengar ayahnya bermain golf, Tae Oh kesal dan memarahi ayahnya yang masih bermain golf padahal tadi malah menaikkan uang sewa pada ayah Ji Ahn. Ia menyuruh ayahnya menjadi orang yang kaya dengan sikap yang terhormat. Lalu Tae Oh memberitahukan bahwa Ji Ahn akan membersihkan gedung sebagai ganti uang sewa.
Sepertinya ayah Tae Oh merasa Ji Ahn agak sombong, dan mendengar ayahnya mengatai Ji Ahn, Tae Oh menjadi emosi. Dengan nada yang agak tinggi, Tae Oh membenarkan Ji Ahn itu memang sombong dan Ji Ahn itu adalah temannya. Mungkin ucapan Tae Oh itu membuat ayahnya menjadi marah dan malah memutuskan untuk mengurangi uang bulanan Tae Oh saja. Tae Oh protes karena ayahnya malah mengganggu uang bulanannya. Tidak mau mendengar protes Tae Oh lagi, ayah menutup telponnya.
Ji Ahn yang duduk di samping Tae Oh tertawa, tidak percaya ayah Tae Oh bahkan mengurangi uang bulanan Tae Oh. Tae Oh merasa ini semua gara-gara Ji Ahn. Ji Ahn merasa ayah Tae Oh itu benar-benar kasihan. Tae Oh sedikit tersinggung mendengar ucapan Ji Ahn mengenai ayahnya. Menurutnya bukan pilihan Ji Ahn harus menjadi anak dari seorang penjual ayam goreng dan bukan pilihannya juga menjadi anak dari seorang ayah yang kaya. Tapi menurut Ji Ahn Tae Oh beruntung karena dengan begitu Tae Oh tidak perlu bekerja.
“Benar! Aku minta maaf karena hidupku lebih baik darimu. Oleh sebab itu aku selalu harus membayar kalian makan dan minum. Aku bahkan membiarkanmu menang hari ini. Aku juga menderita, kau tau?”, sahut Tae Oh kesal. Ji Ahn tertawa, menurutnya Tae Oh kalah karena Tae Oh memang tidak bisa bermain basket.
“Bukan, tau…”, bantah Tae Oh lagi.
“Kalau begitu, lain kali kita main lagi”, ajak Ji Ahn. Tae Oh hanya mendengus saja. “Walaupun begitu, aku menyukai ayahku. Aku merasa senang terlahir menjadi putra ayahku”, ucap Ji Ahn lagi. Tae Oh terdiam, di dalam hatinya ia berkata ia tidak pernah merasa senang menjadi putra ayahnya, ia tidak tau masalahnya ada pada dirinya atau pada ayahnya, dan dalam segala, ia merasa selalu kalah dari Ji Ahn. Wajah Tae Oh berubah murung.
Tiba-tiba Tae Oh mendapat pesan dari Song Yi yang meminta maaf atas ucapannya semalam. Menurutnya Tae Oh adalah seorang teman yang baik dan meminta agar Tae Oh selalu ingat bahwa Tae Oh adalah orang yang baik.
Tae Oh menghela nafasnya. Di dalam hati ia merasa Song Yi menderita karena dirinya yang tidak akan menyatakan perasaannya.
Sementara itu, Song Yi juga mengkhawatirkan Ji Ahn dan mencoba menuliskan pesan untuk Ji Ahn. Isinya : Ji Ahn… Kau pasti sangat kesal pada ayah Tae Oh…? Namun Song Yi menghapus pesan itu, ia merasa harga diri Ji Ahn pasti akan terluka jika ia mengirimkan pesan itu.
Aku menyukai Ji Ahn. Tapi di hari-hari seperti ini, aku merasa tidak ada yang dapat aku lakukan untuk Ji Ahn. – Song Yi
“Seseorang… seseorang menyukaiku. Aku baru tau kemarin. Seorang gadis menyukaiku”, tiba-tiba Tae Oh mengatakan itu pada Ji Ahn. Ji Ahn sangat terkejut mendengar kabar itu dari Tae Oh. Ia tersenyum dan ikut senang, bertanya siapa gadis itu, apa ia mengenalnya?
Tae Oh tersenyum senang dan berkata, “Masalahnya… orang itu…”
=== Bab 6 – Aku Ingin Tergila-gila Padamu ===
Ji Ahn pensaran dengan lanjutannya. Sayangnya Tae Oh tidak mau memberitahukan lebih jauh dan mengatakan Ji Ahn tidak kenal dengan gadis itu. Ji Ahn tertawa dan kemudian ikut mengaku ada seseorang yang suka padanya juga, seseorang yang bekerja di perpustakaan.
“Cantik?”, tanya Tae Oh.
“Yeah, cantik”, sahut Ji Ahn… Huahaha… Ji Ahn dan Tae Oh tertawa bahagia. Tae Oh merasa Ji Ahn beruntung dan bertanya apa gadis itu sudah mengaku pada Ji Ahn. “Dia tidak bilang apa-apa, tapi aku merasakannya”, jawab Ji Ahn.
=== Flashback ===
Ji Ahn sedang bekerja di perpustakaan dan akan menyimpan buku. Ketika akan menyimpan buku di rak, ia melihat Song Yi tertidur sambil berdiri dan berpegangan pada rak. Song Yi sangat pulas sampai-sampai mulutnya agak terbuka. Ji Ahn tersenyum melihat Song Yi. Song Yi hampir terjatu ke belakang, untung saja Ji Ahn berhasil menangkapnya.
Song Yi jadi terbangun, dan begitu melihat Ji Ahn, Song Yi langsung malu dan cepat-cepat melepaskan dirinya dari Ji Ahn, ia beralasan lututnya agak sakit. Dan Song Yi pun pamit pergi.
Agak sedikit berbeda sikapnya ketika kami berdua saja. – Ji Ahn
Di saat yang lain, Ji Ahn sedang tertidur di meja di depan rumah Tae Oh. Diam-diam Tae Oh mendekati Ji Ahn dan membangunkannya dengan berbisik. Karena Ji Ahn tidak bangun, Song Yi menutup cahaya matahari dengan tangannya. Song Yi tertawa-tawa senang bisa menatap Ji Ahn begitu dekat. Song Yi bahkan mulai mengelus rambut Ji Ahn dan mulai menyentuh bibir Ji Ahn dengan jarinya.
Tiba-tiba Ji Ahn terbangun. Sontak Song Yi kaget dan mengalihkannya dengan pura-pura menepuk-nepuk lalat. “Ji Ahn, lalat! Banyak lalat di sini…”. Song Yi berlarian, pura-pura mengejar lalat.
=== Flashback End ===
“Dia cantik, imut, dan manis. Dia gadis yang baik”, ucap Ji Ahn lagi. Tae Oh merasa itu bagus karena gadis yang menyukainya itu jelek, kasar, dan bandel, dan kadang-kadang sedikit gila.
“Apa dia juga kuliah di tempat kita?”, tanya Ji Ahn penasaran. Tae Oh tetap tidak mau memberitahukan Ji Ahn. Ji Ahn tersenyum dan berkata, “Aku… aku juga menyukainya”.
“Aku juga. Aku juga menyukainya”, sahut Tae Oh tidak mau kalah. Dan Ji Ahn dan Tae Oh pun tertawa-tawa senang.
“Tapi aku tidak akan berkencan dengannya walaupun dia mengajakku”, ucap Ji Ahn lagi.
“Aku juga sama”, sahut Tae Oh. Ji Ahn pura-pura kesal pada Tae Oh. Tae Oh menanyakan kenapa Ji Ahn tidak mau berkencan dengan gadis itu padahal Ji Ahn menyukainya.
“Saat ini… sempurna”, jawab Ji Ahn singkat.
=== Flashback lagi ===
Saat bekerja di perpustakaan, Ji Ahn memberikan Song Yi minuman. Song Yi terkejut, Ji Ahn beralasan ia tadi mampir di toko. Song Yi tersenyum dan mengucapkan terima kasih. Lalu Ji Ahn mengajak Song Yi makan siang bersama, makan kimbab, dia yang akan mentraktir Song Yi. Tanpa mendengar jawaban Song Yi, Ji Ahn menyuruh Song Yi ke atap jika sudah selesai.
Dan Ji Ahn dan Song Yi pun makan siang berdua di atap.
=== Flashback End ===
Seperti itulah yang diinginkan Ji Ahn. Berkencan tapi bukan kencan sungguhan. Tae Oh merasa itu tidak benar. Tapi Ji Ahn mengatakan terserah Tae Oh mau bilang apa, atau mereka hanyalah dua orang yang bekerja di tempat yang sama dan makan bersama. Lalu Ji Ahn juga ingin tau kenapa Tae Oh tidak mau berkencan dengan gadis itu.
“Sudah kubilang dia itu aneh. Dia sama sekali tidak menarik. Nomor 1, dia tidak punya dada. Nomor 2, dia jelek. Nomor 3, sudah dipastikan masih banyak gadis lain di dunia ini yang lebih cantik dari dia. Aku masih 20 tahun. Dan aku akan mengencani paling tidak 100 gadis sebelum aku menikah”. Mendengar jawaban Tae Oh itu, Ji Ahn hanya tertawa-tawa saja dan menyuruh Tae Oh melakukan apa yang Tae Oh inginkan.
Namun wajah riang Ji Ahn langsung berubah ketika mendengar bahwa Song Yi tinggal di tempat Tae Oh. Tae Oh tidak memperhatikan perubahan wajah Ji Ahn. Tae Oh mengatakan semalam Song Yi datang ke tempatnya dengan membawa tenda dan mengajaknya tinggal bersama.
“Song Yi memintamu tinggal bersamanya?”, tanya Ji Ahn tidak percaya.
“Ya”, jawab Tae Oh polos. Ji Ahn terdiam.
Malam itu, Ga In menemani Hoon yang akan kembali ke rumahnya. Mereka berjongkok di depan pagar rumah. Hoon menyuruh Ga In menunggunya di situ, jika ia belum keluar juga dalam 10 menit, maka Ga In harus menelpon 911 dan mengatakan bahwa terjadi kekerasan domestik di dalam rumahnya. Hoon menepuk dadanya, menyemangati diri sendiri dan berjalan masuk.
Ga In menahan tangan Hoon, khawatir Hoon akan kenapa-napa. Tapi Hoon menyuruh Ga In tenang, karena ia tidak akan mati hanya karena beberapa pukulan saja. “10 menit”, Hoon mengingatkan Ga In lagi dan masuk ke dalam rumahnya.
Di dalam rumah, orang tua Hoon dan dua kakak Hoon sedang menonton bersama sambil makan buah. Terdengar bunyi alarm pintu dibuka, salah satu kakak Hoon mengatakan itu pasti Hoon. Mereka menatap Hoon yang baru masuk dan melengos, kembali meneruskan nonton tanpa menyapa Hoon. Hoon masuk dan menganggukkan kepalanya pada kedua orang tua. ‘Memalukan! Kenapa kau tidak pergi jauh-jauh! Kenapa kau berada di lingkungan ini?”, omel ayahnya.
Hoon terdiam dan hanya berdiri, bingung. “Aduh! Kenapa tidak duduk!”, omel ibunya juga, kesal.
Hoon menatap keluarganya yang sama sekali tidak melihatnya. “Sekarang aku tau kenapa kalian tidak pernah mencariku. Kalian juga tidak pernah menelponku. Kenapa tidak pernah menanyakan apa impianku. Itu karena… aku berbeda dengan kakak-kakakku. Karena aku tidak punya harapan. Aku sama sekali tidak punya harapan”. Kakak Hoon menegur Hoon. Tapi Hoon tidak peduli dan terus mengeluarkan uneg-unegnya.
“Tapi aku harus tetp pergi kuliah, ‘kan? Terlalu memalukan mempunyai anak yang tidak kuliah, kan?”.
“Baik! Kalau begitu pergilah kuliah! Kau satu-satunya di keluarga ini yang tidak kuliah!”, teriak ayah Hoon.
“Aku tidak mau!”, balas Hoon berteriak juga.
“Apa kau bilang? Ke sini kau!”, ayah mengambil stik golfnya. Kedua kakak Hoon berusaha menahan ayah dan ibu berusaha melindungi Hoon. Ibu memarahi Hoon yang seharusnya berpikir lebih baik melihat keadaan seperti ini. Hoon tidak peduli. Kedua kakaknya itu lulus dari perguruan tinggi ternama tapi ia tidak merasa iri pada mereka. Ayah berhasil memukulkan stik golfnya ke wajah Hoon. Ayah juga terlepas dari pegangan kedua kakak Hoon dan berlari mendekati Hoon, mulai memukuli Hoon.
Dari luar pagar, Ga In bisa mendengar keributan yang terjadi di dalam. Ragu-ragu ia menelpon 911, dan sesaat kemudian terdengar suara pintu dibuka dan keluarlah Hoon dengan kopernya, tepatnya koper yang dilemparkan dari dalam. Hoon mengaduh kesakitan. Ga In menddekati Hoon dan menahan tangisnya begitu melihat Hoon.
“Oh ini? Aku dipukul tapi aku mendapatkan ini…”, ucap Hoon sambil menunjukkan kopernya, berusaha ceria.
“Benar-benar mengejutkan. Apa kau ingin tepuk tangan?”, tanya Ga In.
Tae Oh memesan pizza antar dan melihat ke ujung jalan dari atas, melihat apakah Song Yi sudah pulang atau belum. “Kenapa dia telat sekali pulangnya? Semua orang bekerja kecuali aku”, gumam Tae Oh dan masuk ke dalam.
Ji Ahn sedang bekerja bersih-bersih di sebuah mini market. Ji Ahn terus mengecek jamnya dan melihat keluar. Pemilik mini market mengatakan sudah hampir waktunya pacar Ji Ahn datang. Ji Ahn membantahnya. Pemilik mini market yakin gadis itu pacar Ji Ahn karena Ji Ahn terus menerus melihat jamnya. Ji Ahn tertawa.
Tidak lama kemudian Song Yi datang dan berhenti dulu untuk melihat Ji Ahn. Ji Ahn tersenyum dan Song Yi melambaikan tangannya pada Ji Ahn. Lalu Song Yi mencari barang yang akan dibeli sambil sesekali melirik ke arah Ji Ahn. Setelah selesai membayar, Song Yi mendekati Ji Ahn. Ji Ahn bertanya apakah pekerjaan Song Yi berat. Song Yi membenarkan tapi paling tidak ia tidak pulang lewat tengah malam.
Suasana menjadi sedikit canggung dan ketika Ji Ahn akan memberikan minuman untuk Song Yi, Song Yi juga memberikan coklat untuk Ji Ahn. Mereka terdiam sesaat dan kemudian saling tersenyum. Song Yi menerima minuman dari Ji Ahn, begitu juga dengan Ji Ahn. Setelah saling mengucapkan terima kasih, Song Yi pamit pulang. Sambil berjalan keluar, Song Yi mengenggam kaleng minuman yang diberikan Ji Ahn dengan bahagia dan ber-dadah kecil pada Ji Ahn. Ji Ahn juga menggenggam coklat yang diberikan Song Yi dengan bahagia.
Di rumahnya, Tae Oh masih memandang pizzanya, menimbang-nimbang mau menunggu Song Yi atau tidak. “Kenapa dia belum pulang juga? Kuharap dia pulang sebelum pizzanya dingin… Aku yakin dia pasti belum makan…”, gumam Tae Oh. Tae Oh menghela nafasnya. “Tidak… tidak… aku tidak mau berbagi walaupun dia datang…”, gumam Tae Oh lagi. Tae Oh merasa tidak enak hati dan menutup kotak pizza kembali.
Tae Oh kembali mengawasi ujung jalan dari atas atap. Untungnya, tidak lama kemudian Song Yi terllihat. Song Yi berjalan sambil melompat-lompat senang, ia bahkan mencium kaleng minuman yang diberikan Ji Ahn itu.
Tae Oh tertawa-tawa melihat kelakukan Song Yi yang ajaib. Tae Oh bari sadar Song Yi akan segera sampai di atap dan langsung berlari masuk kembali ke dalam rumahnya… 😀
Ekspresi ngiler Song Yi :-P
Song Yi sampai di atap dan masih dengan gaya berjalannya tadi, berlari sambil melompat-lompat kecil dan mengetuk pintu rumah Tae Oh. Tae Oh berlari sambil membawa pizza di tangannya dan membukakan pintu. Tae Oh keluar sambil menggigit pizzanya, jelas saja Song Yi jadi ngiler. Song Yi menelan ludahnya, “Wahhh… pizza…”.
“Kau sudah makan?”, tanya Tae Oh.
“Lupakan. Minggir!”, ucap Song Yi sambil mendorong Tae Oh ke samping dan masuk ke dalam rumah Tae Oh. Tae Oh marah dan mengejar Song Yi karena Song Yi masuk ke dal;am rumahnya, bukannya Song Yi sudah berjanji tidak akan masuk ke dalam rumah dan mengganggunya. Song Yi tidak peduli dan mulai mengambil air dan akan merebus air. Tae Oh protes, Song Yi juga harus membayar uang air padanya.
“Aku lapar…”, rengek Song Yi sambil menunjuk ke arah perutnya. Seketika itu juga, perut Song Yi berbunyi. Tae Oh heran, memangnya Song Yi bisa mengontrol suara perutnya. “Hmm…”, jawab Song Yi yakin dan Song Yi pun kembali menunjuk ke arah perutnya dan perutnya pun mengeluarkan suara… 😀
Tae Oh tertawa, tidak percaya Song Yi bisa melakukannya. Ketika Song Yi membuka cup ramennya, Tae Oh bertanya apa Song Yi akan makan ramen. Song Yi meng-iyakan karena ia yakin Tae Oh pasti tidak akan mau membagi pizzanya. Tae Oh terdiam dan mengambil satu botol soda dari dalam kulkas. Ia mengocoknya dan berdehem. Kaleng soda itu ia letakkan persis di depan Song Yi.
“Itu soda…”, ucap Song Yi ngiler. Tae Oh membukanya dan Song Yi langsung menyeruput busa yang keluar. “Berikan padaku”, pinta Song Yi dan meminum soda itu sedikit. Tae Oh mengatakan biasanya orang akan mengeluarkan sendawa setelah minum soda. Dan Song Yo pun bersendawa.
Tae Oh bengong melihat kelakuan Song Yi. “Dia benar-benar bukan tipeku”, ucap Tae Oh dalam hati. Karena ia sudah meminum soda Tae Oh, Song Yi meminta agar Tae Oh mau berbagi pizza dengannya.
“Tidak mau!”, sahut Tae Oh cepat.
Song Yi tidak peduli, walaupun Tae Oh tidak mengizinkan, ia tetap akan memakannya. Tae Oh menatap Song Yi yang menggigit pizza dengan nikmatnya dan berjalan ke arah kulkas, mengambil soda yang lain. Song Yi memberi nasehat agar Tae Oh jangan terlalu pelit dengan makanan, itu sangat kekanak-kanakan. Tae Oh tidak berkomentar dan memberikan minuman itu pada Song Yi dan juga piring untuk Song Yi.
Song Yi heran melihat sikap Tae Oh yang aneh. Tae Oh menyuruh Song Yi makan, tadi ia hanya menggoda Song Yi saja. Tae Oh bertanya kenapa Song Yi belum makan malam. Song Yi menyuruh Tae Oh mencoba bekerja 4 pekerjaan setelah makan siang, Tae Oh pasti tidak akan bisa makan malam juga. Ia harus makan di sela-sela pekerjaannya dan harus segera sampai di pom bensin setelah selesai mengajar.
“Kalau begitu makan kimbabb saja sambil jalan…”, ucap Tae Oh.
“Ibuku yang biasanya…”. Song Yi terdiam, Song Yi mengatakan biasanya ibunya yang selalu menyiapkan kimbab untuknya. Song Yi begitu menikmati pizzanya, sampai-sampai ada toppingnya yang terjatuh. Song Yi memungutnya dan memakannya lagi. Tae Oh melarang Song Yi melakukan itu karena kotor. “Siapa peduli?”, sahut Song Yi cuek.
“Ini sebabnya aku tidak mau berkencan denganmu”, ucap Tae Oh dalam hati. Lalu Tae Oh bertanya ia mendengar ada seseorang yang Song Yi sukai, apa itu benar?
“Siapa bilang?”
“Benar atau tidak?”, desak Tae Oh. Song Yi menganggukkan kepalanya. “Bagaimana bisa kau berkencan pada saat seperti ini?”, tanya Tae Oh. Song Yi berkata ia tidak berkencan. Tae Oh menyuruh Song Yi realistis, di saat seperti ini seharusnya Song Yi tidak berpikir tentang berkencan dan mengancam Song Yi untuk tidak menyatakan perasaannya pada pria itu. Mengatakan yang sebenarnya tidak selamanya baik. Menurut Tae Oh, pria itu pasti akan merasa terbebani setelah mengetahui perasaan Song Yi dan Song Yi juga akan menghancurkan persahabatan Song Yi itu.
Song Yi mengangguk-anggukkan kepalanya. Menurutnya, Tae Oh benar. Benar-benar benar.
“Benar-benar menyakitkan. Begitu mudahnya dia setuju…”, gumam Tae Oh dalam hati. Wajahnya agak kecewa. Lalu Tae Oh pindah duduk ke dekat Song Yi, membukakan minuman untuk Song Yi dan makan pelan-pelan. Song Yi menyodorkan pizza yang tengah dimakannya. menyuruh Tae Oh mencicipinya juga. “Enak ‘kan?”, tanya Song Yi. Tae Oh tertawa dan mengangguk-anggukkan kepalanya.
“Song Yi-a. Tapi… sebenarnya cinta itu tidak benar-benar buruk kok. Aku pikir baik untukmu jika kau memiliki perasaan pada seseorang”. Song Yi mengangguk-anggukan kepalanya, setuju dengan ucapan Tae Oh, dia juga berpikir demikian. “Dia seperti oasis untukku. Seseorang yang ingin aku ajak berjalan-jalan. Hanya melihatnya sudah membuatku bahagia”, ucap Song Yi.
Wajah Tae Oh langsung bahagia. Tersenyum kegeeran. :-P. “Aku tidak tau siapa dia tapi aku yakin jika kau menyukainya, dia pasti pria yang cukup baik”, ucap Tae Oh. Song Yi berkata ia akan menyukai pria itu dari jauh. Tae Oh setuju dengan Song Yi, menurutnya itu ide yang bagus dan Song Yi harus terus menyukai pria itu seperti itu. Tae Oh tersenyum simpul.
Aku bohong. Song Yi cantik… dadanya juga oke. Aku bohong tentang dia bukan tipeku. Aku tidak perlu berkencan dengan 100 wanita. Tidak ada seorang pun yang loveable selain Song Yi. Dan tiba-tiba… aku membenci diriku sendiri. -Tae Oh
Ga In mengobati luka di wajah Hoon di rumahnya.
Hoon selalu tau apa yang ia inginkan. Ga In tidak pernah menolak siapa pun. Dia memiliki kemampuan mengatasi kesulitan apa pun kapan pun. – Tae Oh
Ji Ahn membuka coklat yang diberikan Song Yi dan memakannya.
Walaupun usia Ji Ahn hanya 20 tahun, tapi ia sudah menjadi orang dewasa yang penuh tanggung jawab. Tapi aku tidak punya impian dan tidak bisa terlepas dari ayahku. Aku tidak tau apa yang kusuka dan apa yang kubenci. Aku, seorang idiot berumur 20 tahun yang tidah tau apa-apa tentang dirinya sendiri. – Tae Oh
Wajah Tae Oh terlihat sedih.
Dan sekarang aku adalah orang mencoba melarikan diri dari gadis yang disukainya. – Tae Oh
Tae Oh memanggil Song Yi dengan nada serius dan mengatakan pada Song Yi bahwa ia berharap sesuatu terjadi di dalam hidupnya karena ia tidak tau bagaimana cara melakukan apa pun. Ia berharap seseorang akan datang dalam hidupnya dan melakukan sesuatu padanya. Song Yi serius mendengarkan Tae Oh, lupa dengan pizza di tangannya.
“Jadi aku berpikir…”, Tae Oh mendekat ke arah Song Yi. “Han Song Yi, aku ingin kau… mencoba dan membuatku tergila-gila. Buat aku tergila-gila padamu hingga aku tidak bisa berpikir lurus. Buat aku seperti itu. Aku ingin tergila-gila padamu…”
Bersambung…
0 comments:
Post a Comment