Hae Sung pun meminta Ji Na untuk melakukan triase (Triase : proses khusus memilah pasien berdasarkan beratnya cedera atau penyakit). Hae Sung meminta proses pemilahan pasien gawat dan tidak tersebut dilakukan dengan memberikan tanda spidol pada dahi pasien. Ada tiga warna yang digunakan Hae Sung. Pasien emergensi dengan kondisi yang masih bisa diselamatkan harus ditandai warna merah, setelahnya pasien tersebut akan ditangani oleh Hae Sung. Pasien dengan luka yang cukup minum diberi tanda warna hijau.
Dan pasien yang perlu penanganan operasi diberikan warna merah. Ddol Mi dan Ji Na pun melakukan hal ini kepada pasien UGD yang datang ke Hanggang. Tak pelak, Ji Na menandai salah seorang pasien dengan cidera di telinga. Pasien itu marah dengan penanganan Ji Na, Pasien,”Menurutmu aku ini sehat dan aman-aman saja ?”. Ji Na,”Anda tidak akan meninggal gara2 telinga. Tidak ada alternatif lain sekarang..”. Hae Sung meminta Ddol Mi serta Ji Na, jika ada pasien dengan luka berat namun tidak mengancam jiwanya, pasien itu harus ditandai dengan warna kuning. Dan warna hitam buat pasien sudah meninggal dan tak bisa ditolong lagi. Sementara itu Hae Sung dibantu dengan perawat Kim menangani pasien dengan gangguan reposisi tulang.
Saat Hae Sung mereposisi tulang pasien itu, dia pun berteriak kesakitan luar biasa. Dengan kayu fiksasi, Hae Sung memasangkan semacam gips ke pasien tersebut. Hae Sung,”Untuk saat ini, tidak ada masalah serius. Tapi disini tidak dapat dilakukan diagnosa”. Hae Sung meminta pasien itu ditransfer ke rumah sakit lain. Namun istri dari pasien itu mengaku sulit memindahkan suaminya, karena sulit menjangkau rumah sakit yang ada. Sementara itu, banyak rumah sakit yang menutup bagian UGD mereka, karena membludaknya pasien yang datang, atau mungkin juga para dokternya tak ingin disibukkan dengan kedatangan pasien dalam skala besar. Dengan bantuan aparat keamanan, seluruh rumah sakit itu melarang para pasien yang datang. Hae Sung dibantu perawat Kim kembali membantu pasien yang memiliki gangguan reposisi tulang bagian lengan. Hae Sung,”Lidocaine-nya mana ? Lidocaine – anastesi lokal)”. Perawat Kim,”Cuman tinggal satu ampul sekarang. Jarum suntik dan perban juga sudah habis..”.
Di ruang UGD, Ji Na serta Ddol Mi kembali menangani pasien cidera tulang. Tak lama seorang pemuda datang, dan dia meminta Ji Na memeriksa ibunya yang tak berdaya. Saat memerksa ibu itu, Ji Na pun memanggil Ddol Mi sebagai dokter. Ddolmi pun memeriksa ibu tersebut. Ddol Mi,”Basal Skull Fracture (Basal Skull Fracture- fraktur pada bagiam dasar tengkorak)”. Ddol Mi menandai pasien itu dengan spidol warna hitam sebagai tanda pasien itu sudah tak bisa ditolong. Namun putra ibu itu merontah, dia meminta Ddol Mi menandai ibunya dengan warna merah supaya ibunya bisa mendapat perawatan. Ji Na,”Bagian tengkorak kepala ibu Anda terluka parah..”. Putra ibu itu menolak penjelasan Ji Na, karena ibunya masih bernafas.
Karena takut ibunya akan meninggal, pemuda itu malah mengambil tiang infus pasien dan hendak memukul Ddol Mi. Ji Na meminta bantuan Hae Sung untuk menolong Ddol Mi. Anak pasien,”Ibuku masih hidup. Kenapa dia tidak menerima perawatan ?”. Hae Sung pun berkelahi dengan anak tersebut, namun dia justru malah terluka akibat serangan dari anak pasien itu. Dibantu dengan keluarga pasien lain, pemuda itu pun ditenangkan. Kemudian Ddol Mi berdiri dan berujar dia sebenarnya ingin menyelamatkan nyawa ibu pemuda itu. Ddol Mi,”Tapi sekalipun aku ingin menolongnya, aku tidak berdaya. Rumah sakit ini tidak memiliki peralatan dan persediaan obat. Lup yang dibutuhkan untuk operasi saja tidak ada”. Ddol Mi rela membiarkan mukanya dipukul oleh pemuda itu, jika itu memang bisa menyelamatkan ibunya.
Akhirnya pemuda itupun menangis, pemuda,”Ibuku.. Ibuku terlalu malang..”. Pemuda itupun pergi ke sisi ibunya yang sudah berada di ujung maut. Kemudian Ddol Mi serta Hae Sung berada di ruang perawatan. Ddol Mi hendak menjahit luka Hae Sung. Ddol Mi,”Rasanya akan sakit sekali..”. Hae Sung,”Cuma beberapa jahitan saja. Rasanya seperti kesemutan saja. Ayo cepat jahit!”. Akhirnya Ddol Mi pun hendak menjahit luka Hae Sung. Saat mengoleskan betadine, Hae Sung sempat berteriak kesakitan. Ddol Mi,”katanya Licodain-nya hanya tinggal satu ampul ya ?”. Hae Sung tak ingin menggunakan Licodain itu untuk anastesi lokal penghilang sakit saat dijahit.
Hae Sung terlihat kasihan dengan pasien yang berbondong-bondong datang. Hae Sung,”Tanpa anastesi juga bisa. Memangnya aku anak kecil ?”. Meskipun dengan sakit yang luar biasa, Hae Sung menahan jahitan Ddol Mi. Tak lama, perempuan yang ditolong oleh Hae Sung serta Ddol Mi di jalanan datang. Perenpuan itu ditolak oleh rumah sakit, padahal dia akan segera melahirkan. Suami pasien,”Semua rumah sakit bilang tidak ada SpOG (Ahli kandungan, dan tidak bersedia menerima kami. Istriku bisa meninggal”. Namun perawat Kim tetap mengaku tak bisa menerima pasien tersebut.
Tak lama Ji Na melihat pasien sudah ingin bersalin. Suami pasien itupun semakin cemas. Tak lama Hae Sung datang, dan Hae Sung berkata,”Sister (Perawat Kim), Park Ji Na, Siapkan persalinan!”. Akhirnya Ji Na serta Perawat Kim yang memeriksa persalinan pasien itu dengan dibantu arahan Hae Sung. Ji Na,”Darah yang keluar sudah terlalu banyak. Bagaimana bagusnya ?”. Hae Sung bertanya apakah Ji Na pernah melakukan persalinan. Namun Ji Na mengaku belum pernah. Jawaban yang sama terlontar pula pada Ddol Mi, serta perawat Kim. Perawat Kim,”Guru2x kau sudah gila ya sekarang ?”. Hae Sung,”Anaknya mau keluar nih!”.
Dengan obat Lodocaine Hae Sung ingin membantu persalinan pasien itu. Namun perawat Kim merasa tindakan Hae Sung sudah gila. Ternyata pasien itu sedang mengandung dua bayi. Hae Sung, Ji Na, Ddol Mi, serta perawat Kim pun berusaha untuk membantu pasien itu dengan belum memiliki pengalaman membantu persalinan. Perawat Kim,”Mungkin kau akan merasa bosan dengan kecerewetanku, tapi kita tidak punya incubator..”. Ji Na ragu mereka bisa menyelamatkan bayi pasien yang lahir prematur.
Ibu bayi meminta agar bayinya diselamatkan lebih dahulu dibandingkan dirinya. Suami pasien,”Jika tanpa kau, anak2 juga belum tentu bisa hidup..”. Pasien,”Tidak boleh, Dokter tolong anakku dulu, dokter..”. Pasien itu sangat menginginkan bayi karena baru kali itu pasien mengandung bayi setelah tujuh tahun menikah. Hae Sung berbicara jujur bahwa mereka tak tahu menahu mengenai persalinan, namun mereka akan melakukan yang terbaik. Pasien itu pun mendapat arahan dari tim Hae Sung untuk mengeluarkan bayinya. Disisi lain seorang korban bencana gempa harus menyaksikan anaknya cidera patah tulang di bagian kaki. Ayah korban,”Orang2 akan segera datang menolongmu. Jangan patah semangat. Kita akan keluar dari sini hidup2..”. Anak itu juga meminta ayahnya untuk tidak patah semangat keluar dari runtuhan gedung.
Sebaliknya tuan Kang hendak membatu para penumpang kereta api keluar dari lokomotif. Tuan Kang mengaku mengenal seluk beluk wilayah stasiun Yonggwang untuk bisa keluar dari area tersebut. Tuang Kang meminta para penumpang mengukitinya untuk bisa keluar. Hae Sung, Ji Na, Ddol Mi, serta perawat Kim sibuk mengurusi pasien yang akan melahirkan tersebut. Dengan perjuangan yang sangat gigih, ibu itu berhasil melahirkan satu anaknya. Saat melahirkan bayi keduanya, bayinya tidak bernafas. Ibu bayi,’Suamiku, kenapa dengan anak kita ?”. Hae Sung pun memeriksa pasien itu. Karena tak ada peralatan “Suction” (alat pengisap). Hae Sung memberanikan diri mengisap mulut bayi itu untuk mengeluarkan lendir yang masuk dalam bayi.
Akhirnya bayi itu kembali menangis. Hae Sung menyuruh Ji Na serta perawat Kim untuk menangani kedua bayi itu dan ibunya. Sementara Hae Sung serta Ddol Mi mencari kotak Styrofoam. Setelah mendapatkan kotak Styrofoam. Hae Sung sejenak ke kamarnya mengambil beberapa barang serta dimasukkan ke tas, dan pergi bersama Ddol Mi. Dengan kotak Styrofoam itu, kedua bayi premature yang sudah lahir itu dimasukkan ke dalam kotak Styrofoam itu. Hae Sung,”Kunci dari bayi premature adalah kotak incubator. Seharusnya ini cukup memadai untuk beberapa hari..”. Tak lama Hae Sung melihat rumah sakit Hanggang akan rubuh. Hae Sung ingin para pasien dikeluarkan dari rumah sakit tersebut.
Kemudian Ddol Mi, Hae Sung, Ji Na, Perawat Kim membawa bayi premature serta pasien pak menteri keluar dari rumah sakit Hanggang. Hae Sung juga mengumumkan obat serta perlengkapan rumah sakit Hanggang sudah habis digunakan. Karena itu, mereka sudah tak bisa memberikan perawatan kepada pasien. Hae Sung,”karena itu, Anda sekalian dimohon untuk menuju ke tempat pengungsian terdekat..”. Hae Sung meminta Ji Na mengarahkan pasien keluar dari rumah sakit Hanggang, dan Hae Sung membawa ibunya juga keluar dari rumah sakit Hanggang itu, yang sudah mulai akan rubuh.
Tiba di depan rumah sakit, Hae Sung marah melihat pasien yang belum mau juga keluar dari gedung rumah sakit Hanggang yang akan rubuh. Hae Sung,”Bangunan ini akan roboh. Kumohon..”. Tak lama gedung rumah sakit Hanggang nampak agak roboh, dan semua pasien berlari keluar. Hae Sung datang sambil melihat kondisi pasiennya. Sementara itu kondisi pasien laserasi ginjal memburuk, dan ibu bayi premature itu juga buruk karena tekanan darahnya yang semakin menurun akibat pendarahannya belum berhenti.
Mau tidak mau, Hae Sung memerlukan rumah sakit besar untuk menangani pasien tersebut serta inkubator buat kedua bayi prematur. Karena di rumah sakit besar memiliki fasilitas yang lebih lengkap. Akhirnya ayah dari bayi itu ingin menggunakan perahu untuk membawa para pasien. Ayah bayi premature,”Iya, aku adalah teknisi listrik pada kapal pesiar. Tapi pada saat berlayar pernah belajar beberapa kali. Kunci juga seharusnya ada diatas kapal”. Akhirnya Hae Sung memutuskan untuk menggunakan jalur perahu untuk membawa pasien, karena dipastikan jalanan rusak akibat gempa.
Akhirnya semua pasien pun pergi bersama Hae Sung untuk mencari rumah sakit besar. Dengan tertatih-tatih para pasien berusaha untuk menuju mencari perahu seperti arahan Hae Sung. Di depan jalan, Hae Sung melihat adanya lubang sinkhole akibat gempa, Hae Sung meminta para pasien untuk berhati2 saat menyebrang. Pasien lain hendak pulang ke rumah sakit karena tak tahan berjalan. Namun Ji Na mencegat mereka, Ji Na,”Hanya samapai ke pelabuhan Hanggang saja. Disana ada kapal. Pasien,”Dari sini ke pelabuhan jaraknya terlalu jauh. Aku tidak sanggup. Sekalipun ada kapal di gelangangan bisa jadi kapal itu sudah terbalik. Lagipula aku tidak pintar berenang”. Ddol Mi juga hendak mencegat pasien untuk kembali ke rumah sakit. Namun dasar karena pasien kepala batu, mereka tak mengindahkan perkataan Ddol Mi maupun Ji Na.
Ddol Mi berteriak ke Hae Sung bahwa pasien hendak lari. Akhirnya Hae Sung memburu pasien dan mencegahnya untuk masuk ke rumah sakit Hanggang. Hae Sung,”Jangan. Cepat keluar…”. Rumah sakit Hanggang pun rubuh, dan Ji Na mengkhawatirkan kondisi dari Hae Sung.
0 comments:
Post a Comment